BANDARLAMPUNG, DL – Pasca aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja oleh Aliansi Lampung Memanggil (ALM), giliran organisasi gabungan dari eksternal kampus geruduk DPRD Lampung, Jumat (9/10/2020) siang.
Ratusan mahasiswa yang tergabung dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) se-Lampung, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI),
Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Mereka hanya bertahan di depan pintu maauk gerbang utama gedung DPRD Lampung.
Mereka menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI pada Senin (5/10/2020) lalu.
Pantauan Daulatlampung.com, Ratusan aparat pun berjaga untuk menghalau para demonstran itu agar tidak memasuki area DPRD Lampung.
“”Kibarkan bendera kita kawan-kawan. Kita akan ada aksi damai, kita tidak akan rusuh disini kawan-kawan,” kata Ria Irawan dari DPD IMM Lampung saat berorasi.
Dia menyebut sejak disahkannya UU Cipta Kerja pada Senin (5/10/2020) semua baik di nasional maupun di daerah, mahasiswa menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
“Sejak 5 oktober sampai hari ini 9 Oktober. Di nasional semua berapi-api. Betul tidak? Kita buktikan, jika Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah itu aksi damai. Tetap patuh satu komando. Panji kita tetap utuh. Jangan sampai bawa senjata. jangan sampai ada senjata tajam. Kita buktikan kita tidak bawa senjata. Kalau yang rusuh itu bukan mahasiswa, kami datang kesini untuk membela memperjuangkan hak buruh dan tani, tolak Omnibus Law,” seru orator.
Meski demikian ratusan mahasiswa ini tetap dilarang memasuki area DPRD Lampung.
Selanjutnya dari perwakilan GMNI Lampung menegaskan mahasiswa Lampung tidak ada premanisme dan merusak fasilitas umum.
“Kita mahasiswa, mahasiswa lampung tidak ada premanisme. Kita tidak merusak fasilitas umum. Kita menuntut ombinus law. Karena ada hak buruh, hak petani, hak nelayan. Hak masyarakat. Karena didalam Omnibus Law itu kedaultan kita terganggu. Dimana hak asing boleh menguasai aset di Indonesia kawan-kawan itu yang harus dipahami. Buruh-buruh disana menuntut haknya,” ujar orator itu.
Dia menilai para demonstrasi sebelumnya bukanlah mahasiswa, jika melakukan perusakan fasilitas umum.
“Yang mana aksi kemarin itu murni bukan mahasiswa saja kawan-kawan. Itu bukan mahasiswa kawan-kawan. Dan kepada aparat kepolisian untuk menjaga kami dan tidak memasukan oknum di barisan kami. Polisi menjaga keamanan. Kita ini menjaga ketertiban umum,” kata perwakilan dari GMNI itu.
Ketua Umum Pimpinanan Cabang IMM Kota Bandarlampung, Bayu Pranyoto mengorasikan bahwa penghianatan wakil rakyat terhadap rakyat indonesia tak bisa dimaafkan.
“Karena diam adalah penindasan apakah ada maaf untuk seorang penghianat?,”.
“Tidak,” jawab yang lainnya.
“Tahun 2019 kemarin baru saja pemilihan umum memilih wakil rakyat kita. Untuk membela hak kita. Tapi hari ini mereka perjuangkan rakyat elit bukan rakyat bawah. Kita satu tujuan kesini tolak Omnibus Law Cipta Kerja,” tegasnya.
Ketua umum Pimpinan Cabang IMM Kota Metro Ahmad Zaenuri Rais menyesalkan DPR RI telah mengesahkan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja tanpa mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak.
“DPR yang katanya perwakilan rakyat ternyata hanya membela rakyat elit. Ini ada persekongkolan antara pemerintah dan investor. Maka untuk itu saya berdiri disini bukan sebagai mahasiswa saja, akan tetapi sebagai masyarakat umum menolak Omnibus Law Cipta Kerja,” kata dia.
Dia menilai DPR RI yang mengesahkan Undang-undang Cipta Kerja tidak berpihak kepada rakyat.
“Mereka (DPR,red) berdiri disana kelihatan budek. Padahal mereka dipilih dari rakyat. Kita dihimpit, kita dirampas secara ilegal,” tegasnya.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Lampung Yozi Rizal didampingi anggota Komisi V DPRD Lampung Suprapto saat menghadapi massa aksi mengatakan, pihaknya siap menampung aspirasi dari para demonstran. Karena dia mengaku punya pemikiran yang sama menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
“Karena secara prinsip kita punya pemikiran yang sama dengan adik-adik (mahasiswa,red). Bahwa Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ini tidak layak untuk diberlakukan,” kata anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Lampung itu.
Namun sayangnya, massa tersebut tidak ingin ketemu jika tidak langsung dengan Ketua DPRD Lampung Mingrum Gumay.
“Hanya sepertinya kawan-kawan ini (mahasiswa,red) berharap agar Ketua (DPRD Lampung,red) langsung yang menerima. Nah, sedangkan Ketua kan tidak ada, kami tidak mampu menerima,” kata Yozi.
Menurutnya, Kemarin itu andaikan jika ada Gubernur dan Ketua DPRD Lampung menemui para demonstran dan mengakomodir aspirasi mahasiswa, maka kemungkinan hal-hal seperti kemarin itu tidak terjadi.
“Andai kemarin itu ada Gubernur bersama Ketua DPRD Lampung menemui. Lalu membuat pernyataan yang menyejukkan dan mengakomodir aspirasi itu dan siap menyampaikan ke pemerintah pusat. Saya kira tidak akan terjadi hal-hal. Karena gila apabila keinginannya sudah terpenuhi lalu melakukan aksi vandalisme, melakukan kerusakan. Saya kira gak seperti itu. Saya kira adik-adik itu orang baik kok, terbukti mereka datang kesini (DPRD) bersusah payah, berlelah-lelah, panas-panasan dan menahan lapar untuk menyuarakan aspirasi orang banyak,” ungkapnya.
Jika semua orang dari berbagai kalangan sadar akan sisi buruknya Undang-Undang Cipta Kerja ini, maka kemungkinan perlawanan akan lebih maksimal.
“Hari ini karena tidak semua orang sadar akan sisi buruk dari Omnibus Law itu. Andai semua orang maupun petani-petani sadar mereka terancam dengan diberlakukannya Undang-undang (Cipta Kerja,red) ini. Saya kira perlawanan akan maksimal. Maka kita apresiasi adik-adik mahasiswa mengambil peran, mereka menunjukan eksistensinya berperan sebagai agen perubahan,” kata Politisi Partai Demokrat Lampung itu. (fik)