BANDARLAMPUNG, DL – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung sesalkan sikap Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menghardik wartawa saat meliput acara rapat koordinasi (rakor) Pilkada 2020 di ruang rapat utama, Rabu (24/6/2020).
Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung, Juniardi mengaku tak sepatutnya seorang Gubernur berkata semacam itu dihadapan para pejabat forkopimda saat berlangsung rapat.
“Jika benar itu terjadi, saya menyesalkan penghardikan wartawan MNC TV yang terjadi Pemprov Lampung, apalagi dilontarkan orang nomor satu di Provinsi Lampung itu di hadapan banyak pejabat Forkopimda, ada Kapolda, Kabinda, dan para Pejabat di lingkungan Provinsi Lampung, dan pimpinan media,” tegasnya dikonfirmasi Kamis (25/6/2020).
“Apa tidak ada yang lebih sopan? Bicara saja baik-baik jika memang kegiatan tidak bisa diliput. Toh wartawan yang datang itu di undang, dan pasti akan mengerti karena mereka dibatasi dengan kode etik. Cara-cara arogan sudah tidak jamannya lagi. Semua bisa selesai dengan komunikasi yang baik. Wartawan kok dianggap musuh,” kata Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung itu.
BACA JUGA: Mengaku Mantan Preman Alzier Jangan Ngibul Ngibul Begitu Ya
Karena itu kita mengecam keras tindakan arogansi itu karena masuk katagori menghalang-halangi kerja wartawan, apalagi kegiatan itu justru untuk menyampaikan paparan Gubernur itu sendiri.
“Tindakan Gubernur Lampung tersebut sudah melanggar undang-undang Pers dimana jurnalis dalam bekerja dilindungi oleh undang-undang pers,” katanya.
Menurut Juniardi, sejatinya wartawan mempunyai Undang-Undang dalam memperoleh sebuah informasi yang tertuang dan sudah dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Karena itu kita berharap aparat penegak hukum untuk bisa melindungi para jurnalis dalam melaksanakan aktivitas peliputan di seluruh Nusantara Indonesia, termasuk di Lampung,” katanya.
Selain itu, apapun alasanya, sebagai pejabat publik, tindakan arogansi dan premanisme oknum Gubernur kepada Wartawan MNC TV adalah bagian dari bentuk tindakan premanisme, dan itu sudah tidak jamannya. Negara Demokrasi sangat menghargai peran dan memerlukan pers sebagai mitra.
BACA JUGA: IWO Lampung Sesalkan Sikap Arogan Gubernur Bentak Wartawan Saat Rakor Pilkada
“Tidak kecuali itu di Lampung. Peran Pers sering digaungkan oleh Presiden dan Petinggi Pemerintahan lainnya di Pusat termasuk oleh Kapolri. Bahkan acapkali Gubernur membuat pernyataan tentang penting kerjasama dengan pers dalam memajukan daerah juga menjaga stabilitas keamanan sebagai mana juga yang disampaikan oleh Kapolda Lampung,” katanya.
Selain itu, sikap arogansi dan Premanisme yang ditunjukkan Gubernur terhadap Wartawan MNC TV adalah sebuah tindakan kesewenang-wenangan. Mestinya sebagai pejabat justru memberikan akses yang luas kepada wartawan dalam memperoleh informasi menyangkut dengan kegiatan Pemerintahan Provinsi Lampung.
“Hal itu semestinya tidak harus terjadi, sikap yang dilihatkan dan ditunjukan pejabat tersebut sudah tidak mencerminkan seorang pejabat publik. Apalagi ia termasuk orang yang cukup di segani seharusnya dapat mengayomi dan memberikan contoh yang baik,” katanya.
Peristiwa yang menimpa salah satu rekan wartawan MNCTV itu untuk bukan yang pertama, maka kita turut prihatin dengan sikap yang di tunjukan oleh oknum pejabat penting di Lampung itu.
“Sikap yang ditunjukan seorang pejabat seperti itu semestinya tidak terjadi, katanya wartawan itu teman, rekan, media itu adalah mitra pemerintahan, mitra DPRD, mitra Polri dan seluruh elemen dan masyarakat. Apalagi pejabat atau jabatan itu hanya titipan,” katanya.
Terakit ucapan Gubernur mengaku sebagai preman, Juniardi mengatakan wartawan itu bukanlah preman, dan harua dihadapi secara bijak. Karena mereka menyampaikan informasi melalui media, cetak, online, elektronik termasuk televisi, yang diterbitkan berdasarkan profesional dan kode etik, berdasarkan bukti-bukti dan data yang mereka temukan dilapangan.
“Gubernur sebagai kepala pemerintahan tentunya harus menghargai profesional mereka yang sedang melaksanakan tugasnya sebagai perkerja pers,” kata Juniardi.
Menurutnya, Selama wartawan tersebut masih menjalan tugas dengan profesional.
“Jika memang kecewa dengan berita yang di buat itu jelas dan ada sumber semua itu sah-sah saja bila mana seorang wartawan itu masih memegang teguh kode etik jurnalistik. Jika ada kesalahan atau masih ada kekeliruan dalam penyampaian dalam berita kita bisa memberikan hak jawab dan klarifikasi dalam pemberitaan yang berimbang,” katanya.
“Kita berharap kepada Gubernur maupun kepada para pejabat publik kedepannya agar tidak ada lagi sikap arogan kepada wartawan maupun pekerja pers, apalagi sikap seperti itu tidak semestinya ditunjukan oleh pejabat publik. Jangan karena jabatan kita mentang-mentang, sok ataupun menunjukan sikap arogan. Harusnya menyadari jabatan itu amanah.Mari kita bersama berkerja sesuai dengan aturan dan ketentuan yang ada,” tutupnya. (fik)