BANDARLAMPUNG, DL – Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) melakukan supervisi terhadap pengelolaan pajak parkir bandara, dan juga tenan-tenan yang ada di Bandara Radin Inten II, Natar Lampung Selatan.
KPK menyatakan, Bandara Radin Inten II, dibawah kewenangan Kementerian Perhubungan lalu pengelolaannya dijalankan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Kemenhub.
Berdasarkan Koordinasi KPK dengan kementerian Keuangan, jika pengelolaannya dilakukan BLU, maka tidak menjadi wajib pajak. Namun, jika pihak BLU Kemenhub menggandeng pihak ketiga, maka para pengelola dikenakan pajak, yang besarannya diatur berdasarkan peraturan Pemkab setempat.
Tenan-tenan cafe dan parkir Bandara yang dikelola PT HMA kini menjadi wajib pajak, dan sudah disurati beberapa kali oleh KPK. Informasi yang dipaparkan KPK pemilik PT HMA berinisial H, mantan pejabat di Pemprov Lampung.
Namun informasi yang dihimpun, PT HMA diduga milik Heri Suliyanto, mantan Kadisdikbud Provinsi Lampung.
“Jadi kan kalau tenan sudah nurut, kalau parkir ini, tadinya mau, pas kita pertemuan tadi mereka enggak sdatang, dan infonya mau nawar lagi pajaknya sampe 5%, padahal aturannya 30%, nanti bakal dipasang Taping box kalau memang enggak mau dibayar pajak, pihak perusahaan harus membuka laporannya, sanskinya jika nanti masih enggan bayar, bakal disegel,” ungkap Anggota Satgas Koordinator Supervisi dan Pecegahan (Korsupgah) Korwil III KPK, Friesmount Wongso, di Hotel Novotel Bandarlampung, Rabu (7/8/2019) .
KPK menghimbau agar Pemkab Lamsel melakukan upaya persuasif terkait hal itu.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan dan Retribusi Daerah Lampung Selatan Badrus Zaman mengatakan, pihaknya sudah 18 kali menyurati PT HMA, namun tak ada kejelasan.
“Tadi kami ajak ketemu dengan KPK juga enggak hadir mereka, malah mereka mau nawar pajaknya 5%, nanti kita yang bermasalah kalau enggak sesuai, kalau tenan, sudah bayar 10 % sesuai ketentuan dan mulai jalan 3 bulan yang lalu,” jelasnya.
PT HMA, harusnya membayar pajak sejak 2017, ketika pihaknya mengelola parkir bandara dari izin BLU Kemenhub, Namun berulang kali upaya persuasif tak ada kejelasan.
“Kalau perbulannya dihitung, sekitar Rp. 110 juta, ini kita minta dari awal Januari 2019 lah dibuat, ya kita harap PT HMA, ikut aturan, dan kalau sanski, ada KPK nanti,” tegasnya. (fhk/red)