Hari Anti Narkoba: Taufik Basari Dorong Perbaikan Kebijakan Narkotika

JAKARTA, DL – Memperingati Hari Anti Narkoba Internasional, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Taufik Basari mendorong agar negara memperbaiki kebijakan narkotika yang diterapkan di Indonesia.

Menurut Taufik, kebijakan narkotika dan obat terlarang (narkoba) di Indonesia ada yang harus diperbaiki agar tujuan memutus mata rantai penyebaran narkoba bisa tercapai.

“Selama ini ketika kita berbicara tentang pemberantasan narkoba, maka yang lebih ditonjolkan adalah persoalan hukumnya. Padahal dalam perkembangannya persoalan narkoba juga mencakup pada isu kesehatan, psikologi, ekonomi dan kriminologi” kata Taufik, melalui siaran persnya, Jumat (26/6/2020).

Menurutnya harus ada perbaikan strategi dan pendekatan dalam hal memberantas narkoba. Taufik menjelaskan ada tiga pendekatan penting dalam kebijakan narkotika yang harus diperhatikan yakni mengurangi permintaan atas narkoba, menutup pasokan narkoba, dan menyembuhkan korban narkoba.

“Pendekatan demand reduction, supply reduction dan harm reduction, menjadi penting agar tujuan menghentikan penyalahgunaan narkoba tercapai,” kata Taufik.

Anggota DPR RI dapil Lampung ini menyoroti masih banyaknya pengguna dan pecandu narkotika yang dihukum menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan (lapas).

“Pengguna dan pecandu itu korban, mereka harus disembukan bukan dihukum dalam sel. UU Narkotika sudah mengarah pada kebijakan ini tapi implementasinya masih belum konsisten,” kata Taufik.

Taufik menjelaskan, menghukum pengguna tidak akan mengurangi pasar narkoba.

“Selepas pengguna menjalani pidana jika masih kecanduan, tetap saja akan menjadi sasaran predator pengedar narkoba. Karena itu sembuhkan mereka dengan rehabilitasi agar berkurang permintaan narkoba,” tegas Taufik yang pernah menjadi pengajar filsafat di Universitas Indonesia ini.

Terlebih lagi, tambahnya, akibat pendekatan hukum yang keliru terhadap para pengguna narkoba ini menyebabkan kelebihan kapasitas (over capacity) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Dalam rapat kerja Komisi III DPR RI, Menkumham Yasonna Laoly membeberkan data pertumbuhan penghuni Lapas mengalami overcrowding hingga 105 persen pada periode 2015-2019. Sebanyak 47 persen atau 123.337 penghuni Lapas berasal dari kasus narkotika. Dari jumlah tersebut, 44.707 diantaranya merupakan kasus pengguna narkotika.

Taufik melanjutkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI dan LPSK periode 2015-2019 menunjukkan persoalan over capacity telah memicu terjadinya praktik penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya yang merendahkan martabat di Lapas-Lapas.

“Data dan temuan tersebut adalah bukti bahwa kebijakan narkotika di Indonesia harus diperbaiki. Karena itu dalam revisi RUU Narkotika yang telah masuk ke dalam prolegnas ini, pendekatan kesehatan, aspek ekonomi dan kriminologi harus menjadi pijakan perubahan. Tempatkan pengguna sebagai korban dengan berikan rehabilitasi bukan menghukumnya dengan pemenjaraan,” kata Taufik menutup keterangannya. (Rls/Fik)