MESUJI, DL – Anggota DPRD Provinsi Lampung Daerah Pemilihan VI, Budi Yuhanda Kembali sosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Lampung. perda yang dibahas kali ini adalah Perda No 1 Tahun 2016 tentang Rembug Pekon/ Desa Dalam Pencegahan Konflik di Provinsi Lampung.
Dihadapan ratusan warga brabasan, kecamatan Tanjung Raya, kabupaten Mesuji Budi Menjelaskan bahwa latar belakang lahirnya perda ini karena diawali dengan maraknya konflik yang terjadi diprovinsi lampung.
“Kita ingat dulu bagaimana kasus di kalianda, mesuji dan kabupaten lainnya sekitar tahun 2012 lalu, Lampung sudah terkenal menjadi daerah konflik. Maka pada waktu terjadi MoU antar instansi lembaga baik pemerintah, Aparat penegak hukum, maupun dengan tokoh masyarakat untuk menyelesaikan persoalan dengan cara musyawarah mufakat atau rembug desa,”kata Budi Yuhanda.
Pada tahun 2015 pemerintah pusat merespon dengan mengeluarkan peraturan pemerintah no 2 Tahun 2015 tentang penanganan konflik sosial yang juga menakankan dalam menyelesaikan konflik dimasyarakat wajib mengedepankan musyawarah mufakat.
Maka kemudian pemerintah provinsi lampung bersama DPRD provinsi Lampung menginisiasi dengan menerbitkan Perda No 1 Tahun 2016 tentang Rembug Pekon/ Desa Dalam Pencegahan Konflik di Provinsi Lampung, dalam rangka melakukan pencegahan dan meminimalisir konflik dimasyarakat.
Kita ingin masyarakat suatu ketika diwilayahnya terjadi konflik, baik sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan lainnya yang termasuk dalam lingkup perda ini terkecuali persoalan pertanahan, ini bisa menggunakan media rembug pekon/desa ini.
Hasil dari rembug ini bisa menjadi semacam payung hukum atau hukum adat masyarakat dan harus ditindak lanjuti oleh pemerintah setempat mulai dari desa, diteruskan ke tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, provinsi hingga pemerintah pusat, mana kala persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan pda level bawah.
Dengan adanya perda ini, bisa menjadi acuan masyarakat agar dalam menyelesaikan konflik untuk mengedepan musyawarah sehingga potensi konflik lanjutan, ini bisa diminmalisir. Karena belum tentu ketika persoalan konflik yang terjadi dimasyarakat dibawa ke penegak hukum, konflik tersebut tidak berkelanjutan.
Konflik yang dimaksud dalam perda ini adalah perseteruan dan/atau benturan fisik antara 2 kelompok atau lebih yang berdampak menganggu keamanan, disinterasi sosial, terganggunya stabilitas kemanan dan pembangunan nasional.
Ataupun konflik terbuka yakni konflik yang diketahui oleh semua pihak selain oleh pihak yang bertikai atau berkonflik.
Persoalan apapun ketika sudah memenuhi kriteria konflik diatas, maka pemerintah desa bersama masyarakat harus mengedepankan rembug pekon/desa ini.(Red)